Dari Syuhada Gaza Menjadi Tombak Semangat Menuju Keadilan

Luka panjang yang diderita Palestina adalah bukti bahwa genosida yang berlangsung sungguh menyiksa. Jauh dari keadilan dan prinsip kemanusiaan, para syuhada Gaza bertambah setiap harinya. Satu demi satu nama yang gugur bukan hanya angka, namun bentuk perlawanan yang belum berhasil meraih titik merdeka. Pada tulisan ini, mari kenang beberapa sosok syuhada yang telah gugur di medan perang.

Luka yang Menyulut Perlawanan

Anak-anak kecil hingga lansia di Palestina tak mengenal apa itu hidup setelah mereka mengenal genosida. Tinggal di tanah kelahiran yang lantas menjadi medan perang bukan merupakan hal yang mudah. Luka demi luka yang hadir menjadi bensin bagi mereka untuk kemudian melawan.

Sejak genosida melonjak pada 2023 lalu, lebih dari 80% lahan Palestina berada pada tangan Zionis Israel. Bahkan, wilayah pemukiman sudah dikuasai sepenuhnya oleh Israel, mengharuskan warga Palestina untuk terus mengungsi dari satu titik ke titik lainnya demi mencari rasa aman.

Selain perampasan tanah, warga Palestina juga bergelut dengan krisis pangan dan air bersih. Bayi yang lahir di tengah genosida kini kesulitan untuk makan dan terancam alami malnutrisi akut. Lebih parahnya lagi, sudah menjadi hal yang lumrah bagi mereka untuk melewatkan tiga hari tanpa asupan sama sekali. 

Melihat penderitaan di atas, jelas bahwa Palestina adalah korban—diperkuat dengan angka syuhada Gaza yang terus meningkat. Di sisi lain, dunia menjadi saksinya.

Mengenang para Syuhada Gaza

Nama-nama para syuhada Gaza terus bertambah, seakan menjadi pengingat bahwa setiap detik jarum jam menjemput mereka yang berperan dalam aksi perlawanan.

Berikut beberapa nama syuhada Gaza yang sempat menjadi sorotan dunia:

  1. Hind Rajab.
    Sempat menggemparkan media, Hind Rajab adalah perempuan berusia lima tahun yang tewas dalam mobil. Tak hanya dihujani lima atau enam peluru, malinkan ratusan. Entah mana yang kemudian diakui sebagai alasan kepergian Hind Rajab; keganasan perang, hilangnya rasa kemanusiaan, atau justru keduanya adalah jawaban.
  2. Refaat Alareer. Refaat dikenal melalui tulisan-tulisannya yang dinikmati banyak orang. Bahkan ketika ia menjadi salah satu diantara jutaan syuhada Gaza lainnya, karyanya masih hidup seakan menjadi perpanjangan suaranya.
  3. Selain dua yang sudah disebutkan, terdapat beberapa yang meninggalkan kisah pilu. Awni Eldous, Anas Al-Sharif, Khaled Nabhan, Mariam Abu Dagga, dan Amir—bocah yang berjalan 12km hanya untuk menjemput kematiannya, dan masih banyak lagi.

Meski mereka menyandang status sebagai syuhada Gaza, namun perjuangan mereka untuk bertahan demi dirinya dan Palestina akan selamanya dikenang dalam sejarah.

Dari Kepergian Para Syuhada Menuju Harapan

Selain kehilangan para syuhada Gaza, barangkali nurani dunia juga ikut menghilang. Bukan hanya duka, namun warisan keberanian dan semangat juang pun terkikis. Tanpa mereka—baik yang sudah syahid maupun yang masih berjuang—apa artinya perlawanan?

Bayangkan jika mereka tak ada, bagaimana jadinya Palestina? Apakah Palestina akan jatuh ke tangan Israel dengan mudahnya? Sebaliknya, fakta bahwa saat ini masih ada harapan untuk Palestina, bukankah itu adalah hasil pertaruhan darah dan nyawa para syuhada Gaza?

Sekarang, apa yang bisa dunia lakukan? Dari arah mana dunia bisa berkontribusi? Bantuan seperti apa yang terasa nyata dan dapat memberi dampak nyata? Jawabannya adalah dengan terus menyuarakan keadilan untuk warga Palestina yang masih berjuang. Lebih dari apapun, memberikan bantuan kemanusiaan akan sungguh berarti.

Kenang Syuhada Gaza, Jangan Tutup Mata!

Setelah melepas para syuhada Gaza, waktunya kita meneruskan perjuangan mereka dengan menghidupkan harapan yang ada. Melalui aksi solidaritas, mari merdekakan Palestina!

Leave a Comment