Ketika Hari Raya termasuk Idul Adha tak lagi terasa sama bagi warga sipil, mereka hanya bisa bersedih dan meratapi nasib serta penderitaan yang ada. Besar harapan untuk bisa pulih dari segala kehancuran yang ada dan kembali bangkit untuk turut berbahagia dan merasakan kehangatan Idul Adha. Namun, jalannya tak semudah itu. Di tengah gejolak dan krisis kemanusiaan yang berlangsung, sedekah daging untuk Palestina akan menjadi salah satu bentuk bantuan yang menyentuh hati.
Penderitaan Tiada Henti, Kecil Kesempatan bagi Warga Palestina untuk Merayakan Hari Raya
Menghadapi krisis pangan akut untuk beberapa waktu belakangan terasa sungguh menyiksa. Anak-anak hingga lansia tak bisa makan dengan rutin dan menu yang layak pangan. Dalam kondisi terparah, mereka bisa mengandalkan rumput atau dedaunan yang direbus untuk dijadikan santapan. Berbicara soal gizi, para bayi dan anak-anak bergelut dengan kondisi malnutrisi akut.
The Business Standard dengan artikelnya yang berjudul “WHO Warns of Permanent Impact of Hunger on a Generation of Gazans” (13/05) menyebutkan bahwa dampak krisis kelaparan akut yang terjadi di Gaza mengancam kehidupan generasi mendatang. Hingga Mei 2025, rumah sakit Gaza Utara mengatasi 11% anak-anak dengan kondisi malnutrisi akut. Tak hanya itu, dilaporkan juga anak-anak dengan kondisi lain yang disebabkan karena lemahnya imun, seperti gastroenteritis dan pneumonia.
Hari Raya selalu terasa seperti hari biasa tanpa pembeda. Sebab, di hari itu pun para warga sipil masih harus bersusah payah mencari sesuap nasi. Jika tidak dengan upaya sendiri, mereka mengandalkan bantuan yang datangnya tak selalu dapat diprediksi. Jika bantuan datang dan menjangkau warga sipil, maka mereka berkesempatan makan santapan yang layak pangan. Namun, blokade yang terus diperluas oleh Israel kerpa menyulitkan distribusi bantuan, termasuk stok pangan sehari-hari.
Sebagai Pihak yang Terdampak, Warga Sipil Tak Memiliki Banyak Harapan yang Tersisa
Disebutkan pada The Business Standard dengan artikelnya yang berjudul “UN relief chief urges action to prevent genocide in Gaza” (13/05) bahwa Tom Fletcher, Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB mendesak PBB untuk bergerak demi mencegah genosida di Gaza. Sebab, serangan yang tiada henti dan disertai dengan perluasan blokade membuat warga Gaza kesulitan.
Lima negara anggota Dewan Keamanan Pbb, Prancis, Inggris, Slovenia, Yunani, dan Denmark turut menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi di Palestina. Anak-anak yang kelaparan tak kunjung mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya sebab keadaan yang tak memungkinkan mereka untuk mendapatkan stok pangan yang cukup dalam waktu dekat. Pun jika ada bantuan pangan, itu semua akan habis dalam sekejap untuk memenuhi kebutuhan pokok para warga sipil yang terdampak.
Ancaman Kelaparan Permanen, Bahagiakan Mereka Melalui Sedekah Daging untuk Palestina
Bertahan di balik kamp pengungsian tak memberi rasa aman dan nyaman. Warga sipil tak pernah berhenti berjuang untuk hidup setiap harinya. Meskipun dampak buruk dari konflik berkepanjangan terasa sungguh menyiksa, mereka tetap bertahan dengan apa yang ada.
Sedekah daging untuk Palestina lebih dari sekedar mengirimkan daging untuk mereka santap. Hal ini merupakan bukti kepedulian dari dunia untuk mereka. Satu ekor kambing mencukupi lebih dari satu keluarga. Meski hanya melalui potongan yang tak besar, namun pembagian tetap dipastikan sesuai dengan syariat penerimaan daging kurban yang semestinya.
Siapa sangka simbol harapan bisa datang dari arah mana saja, termasuk melalui gerakan sedekah daging untuk Palestina. Program ini adalah dukungan untuk memberi kekuatan penuh bagi mereka yang sudah lama berusaha untuk bertahan di tengah genosida. Setiap aksi yang mendatangkan kebermanfaatan akan menjadi gerakan penuh makna yang menyertai.