Kasur empuk yang bisa diandalkan untuk beristirahat nyatanya tak berbentuk serupa untuk semua orang. Bagi mereka yang bahkan tak berkesempatan untuk beristirahat di tempat layak, alas apa saja lantas dijadikan tempat untuk tidur, bahkan tumpukan rongsok sekalipun. Sungguh miris melihat tak sedikit dari mereka yang beristirahat di tempat-tempat yang tak pernah terbayangkan. Pertanyaannya, mengapa fenomena ini bisa terjadi? Bukan tanpa sebab, akar utamanya akan mengarah pada hal yang sudah tak asing lagi bagi kita semua, yakni kemiskinan.
Bantu Teman Indonesia dengan komitmennya untuk terus hadir membantu mereka yang membutuhkan, menjadi mata dan hati untuk para lansia pejuang nafkah di luar sana, seperti Abah Duloh dan Abah Omon. Untuk mendengar kisah mereka, simak tulisan di bawah!
Abah Duloh dan Becak Usangnya
Hidup sebatang kara, Abah Duloh mencari nafkah bahkan di umur yang sudah senja. Dengan badan yang gemetar dan kurus dimakan nasib pahit, Abah Duloh menghabiskan hari-hari di becak usangnya.
Ketika ditanya perkara ‘rumah’, Abah hanya menunjukkan becaknya, sebagai jawaban bahwa itulah rumah Abah satu-satunya. Bayangkan, tubuh yang kerap serba sakit karena usia itu harus meringkuk berlama-lama dari pagi menuju pagi lagi. Belum lagi jika musim dingin dan panas menyengat mendera.
Sungguh jauh dari kata nyaman, namun tak pernah sekalipun keluar keluhan dari Abah Duloh. Keteguhan Abah Duloh adalah bukti kekuatan dan semangat hidup dari seorang pejuang. Dengan keadaan tubuh yang kian melemah, Abah Duloh hanya berharap bisa bertahan dari hari ke hari dengan harapan yang diraih dari sudut sempit di pinggir jalan.
Kisah Abah Omon, Lansia dengan Tumpukan Rongsok sebagai Tempat Tinggalnya
Berbeda dengan Abah Duloh yang tidur di becak, Abah Omon menghabiskan malam yang dingin atau pengap di tumpukan rongsok. Gunungan rongsok itu adalah hasil kerja kerasnya seharian penuh. Lantaran tak ada rumah, Abah Omon tinggal di tempatnya yang kerap disebut-sebut ‘kandang’ oleh orang awam.
Kardus-kardus bekas yang biasa dianggap sebagai sampah belaka nyatanya bisa dijadikan kasur untuk seseorang. Abah Omon sadar, bahwa yang bisa ia lakukan hanya bekerja keras demi bisa menghidupi dirinya sendiri. Tak mudah, namun Abah Omon tak memiliki banyak pilihan.
Perkara makan, Abah Omon hanya makan seadanya. Bisa dari hasil pemberian orang atau dari recehan hasil menjual rongsok kiloannya. Ujarnya, menahan lapar sudah menjadi hal yang biasa. Maka, Abah tak merasa pantas untuk meninggikan harapan hidup.
Wujudkan Kasur Ternyaman dan Tempat Tinggal Teraman untuk Para Lansia Pejuang Nafkah!
Kisah Abah Duloh dan Abah Omon hanyalah dua contoh dari lansia lainnya di luar sana yang memangku nasib serupa. Dengan segala keterbatasan yang ada, mereka tidur di lantai dingin, emperan toko, bahkan yang tanpa alas sama sekali.
Berbicara soal kondisi layak, kehidupan tanpa rumah dan kepastian untuk tidur merupakan fenomena yang jauh dari ‘kelayakan’. Terlebih lagi, kehidupan di usia senja memerlukan ketenangan, perhatian, serta istirahat yang optimal.
Selama ini, kasur kita dan mereka mungkin berbeda. Tetapi, bukan berarti kita tak bisa hadir dan memberikan mereka kesempatan untuk hidup lebih sejahtera. Melalui bantuan dan dukungan yang kita berikan, mereka bisa merasakan kehangatan yang tak pernah dirasakan sebelumnya.
Lebih dari sekedar perbedaan tempat tinggal, ini adalah perkara kemanusiaan yang tersisa pada hati kita semua. Jika kisah Abah Duloh dan Abah Omon di atas menyentuh hati, maka teruskan perjalanan niat baikmu! Kamu bisa membantu mereka melalui program-program peduli lansia yang berlangsung di laman ‘DONASI’.