Idul Adha merupakan salah satu momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama mereka yang di kota. Bukan tanpa alasan, daerah perkotaan dikenal dengan kemudahannya untuk mengakses berbagai hal dan kepentingan, termasuk segala yang menyangkut tentang perayaan Idul Adha. Namun, cerita yang berbeda dialami jika berbicara soal kurban untuk daerah pelosok. Bagi mereka, kurban hanya sebatas perayaan yang lewat begitu saja di telinga. Terpikir untuk turut merasakan kehangatannya pun tidak sebab adanya keterbatasan di berbagai aspek.
Ketika Kurban untuk Daerah Pelosok Hanya Sebatas Cerita
Di berbagai pelosok negeri, kurban untuk daerah pelosok tak mudah untuk diwujudkan. Bukannya tak ingin atau tidak mengupayakannya sama sekali, namun realita menunjukkan bahwa sepotong daging bisa menjadi suatu kemewahan yang tak bisa mereka dapatkan dalam jumlah yang sering. Data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), disebutkan sekitar 95% penduduk miskin di INdonesia hanya mengonsumsi 0,98% daging nasional.
Biasanya, warga yang berada di pelosok atau pedesaan makan dengan nasi dan lauk yang layak pangan walaupun belum bisa dikategorikan sebagai sebuah kemewahan. Tetapi, tak sedikit yang masih makan dengan singkong dan ubi karena tak memiliki cukup uang untuk membeli beras dan menyajikan santapan yang enak.
Berada di daerah krisis atau terpencil membuat banyak dari warga yang terpaksa mengubur keinginannya untuk turut merayakan hari Idul Adha. Jika ada bantuan, mereka akan merasa senang. Namun, bantuan tak selalu dapat dijadikan sebagai pegangan yang pasti.
Tantangan Berat Menyalurkan Distribusi Kurban
Salah satu penyebab mengapa program ini sulit terwujudkan adalah permasalahan akses. Bagi yang berada di daerah terpencil, tak semua mobilitas memungkinkan untuk diupayakan. Yang mulanya bisa diakses oleh roda empat kemudian mengerucut menjadi kendaraan roda dua sebab menyesuaikan dengan kondisi jalan atau medan. Selain itu, banyak juga daerah yang hanya bisa dilalui dengan cara berjalan kaki. Kendala tersebut membuat distribusi bantuan hewan kurban menjadi sedikit terhambat. Hal lainnya yang menjadi pertimbangan adalah tidak tersedianya pemuka agama atau seseorang yang dianggap paham syariat kurban. Alhasil, pelaksanaan kurban dirasa kurang memungkinkan.
Makna Mendalam Saat Kurban untuk Daerah Pelosok
Bayangkan ketika akhirnya kurban untuk daerah pelosok membuat warga bersuka cita. Walaupun tak sering, para warga bisa merasakan kehangatan Idul Adha dan sajian daging kurban. Daging dibagi rata untuk yang tinggal jauh di pelosok. Jika sebelumnya mereka hanya melihat kehangatan Idul Adha dari kejauhan tanpa turut berpartisipasi secara langsung, kini mereka bisa turut serta dan tak merasa dilupakan.
Bantuan untuk Daerah Pelosok Akan Menghidupkan Makna Hari Raya
Terdapat berbagai lembaga yang menyediakan program kurban pelosok. Hal tersebut merupakan bukti bahwa masih banyak daerah di pelosok yang tak terjangkau pembagian daging kurban setiap tahunnya. Lebih dari itu, terdapat beberapa daerah yang memang dikenal sebagai wilayah defisit daging kurban. Mayoritas daerahnya berasal dari Pulau Jawa, seperti Kabupaten Garut, Cianjur, Brebes, Jember, Pamekasan, Bangkalan, dan daerah lainnya dengan penurunan atau angka defisit sebesar 1.000 – 2.000 ton daging per tahunnya.
Disaat terdapat daerah surplus kurban terbesar yang diagungkan setiap tahunnya, mari tak melupakan daerah-daerah yang mengalami defisit kurban. Dengan bergerak mendukung aksi kurban untuk daerah pelosok, mereka yang belum memiliki kesanggupan untuk berkurban tak akan merasa tertinggal.