Krisis berkepanjangan di Sudan membuat warga sipil terjebak di tengah konflik. Dari sistem tumpul yang terjadi, kondisi di Sudan menggambarkan runtuhnya sistem sosial, ekonomi, serta pemangkasan hak-hak kemanusiaan bagi para warga yang hidup di sana. Pada tulisan ini, mari bahas tuntas mengenai apa yang terjadi di Sudan dan apa yang paling dinilai penting untuk mengantarkan mereka keluar dari konflik pelik ini.
Apa yang Terjadi di Sudan Sebenarnya?
Konflik bermula pada April 2023 ketika dua kekuatan terbesar, Sudanese Armed Forces (SAF) dan Rapid Support Forces (RSF), memperebutkan kontrol politik dan militer. Sejak 2021, perebutan kekuasaan telah memuncak. Dilanjut dengan penolakan RSF untuk tergabung dalam tentara internasional akhirnya menjadi salah satu pemicu yang paling memberikan dampak konfrontasi bersenjata.
Wilayah terparah dari serangan ini adalah Ibu Kota Khartoum, lalu turut menyebar ke Darfur dan Kordofan. Serangan yang meliputi berbagai bentuk, mulai dari darat hingga udara yang pada dasarnya tak kunjung mengantarkan pihak manapun untuk sampai kepada tujuannya. Sebaliknya, aksi tersebut hanya memberantas hak-hak hidup para warga sipil.
Buah dari rentetan serangan kerap terjadi; serangan udara, penjarahan, hingga pembakaran rumah. Warga sipil yang tak mendapatkan cukup perlindungan menjadi korban yang sempurna. Bayi hingga lansia tanpa terkecuali mendapatkan ancaman akan serangan yang tak bisa diprediksi kedatangannya. Selain itu, tak ada tempat aman yang tersisa, sehingga mereka terus mencari tempat persembunyian yang tak ada habisnya
Menurut laporan, lebih dari satu juta penduduk terpaksa mengungsi karena konflik yang terjadi. Tepatnya di wilayah Gezira dimana RSF menguasai dan membuat ribuan keluarga disingkirkan dari wilayahnya.
Krisis Kemanusiaan Bermunculan
Krisis kemanusiaan muncul sebagai keberlanjutan dari apa yang terjadi di Sudan. Konflik lantas mendesak para warga untuk menghadapi kenyataan yang tak mereka inginkan; akses terhadap stok pangan, air bersih, serta layanan kesehatan yang tak membebaskan sama sekali.
Sejak pagi menjemput, pertarungan untuk bertahan hidup pun dimulai. Di tengah krisis kemanusiaan yang mereka alami, tampak tak ada jaminan jalan keluar. Entah sampai kapan krisis ini bertahan, bersamaan dengan jumlah korban yang terus bertambah.
Kini, ancaman kekurangan gizi atau biasa disebut dengan malnutrisi akut merajalela. Kondisi tersebut menjadi salah satu ancaman terbesar bagi warga sipil.
Apakah Sudan Butuh Dukungan Diplomatik?
Diperlukan kehadiran dan peran dari negara-negara kawasan dan PBB untuk menekan kedua pihak (SAF & RSF). Mengingat konflik ini sudah memengaruhi kehidupan dan kenyamanan warga sipil, maka diperlukan tindakan yang strategis untuk menyikapi konflik ini. Lebih parahnya lagi, akses bantuan kemanusiaan tak sepenuhnya terbuka, sehingga menyulitkan warga sipil untuk keluar dari titik krisis yang mereka alami sejak lama.
Tanpa tindakan tegas, apa yang akan terjadi? Bisa jadi, kondisi Sudan saat ini sangat dekat dengan “state collapse”. “State collapse” sendiri dimaknai sebagai kolapsnya sistem-sistem yang seharusnya bekerja dan berdiri menopang jalannya rakyat dalam bernegara.
Angkat Panggilan Kemanusiaan Ini, Saatnya Bergerak!
Jelas bahwa apa yang terjadi di Sudan tak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Kini, lebih dari 10 juta warga Sudan terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Ratusan ribu keluarga hidup tanpa akses makanan, air bersih, dan layanan medis yang layak. Konflik yang terus meluas di Khartoum, Darfur, Kordofan, hingga Gezira membuat masyarakat sipil semakin terjepit di antara pertempuran.
Maka, mari berkontribusi melalui aksi kemanusiaan demi mencukupi stok pangan, layanan medis, dan perlindungan dasar bagi mereka semua di sana. Selagi bantuan diperjuangkan, langkah diplomatik juga diharapkan berjalan untuk mendekatkan Sudan pada titik terang.