Tak semua pertarungan dilakukan dengan riuh. Banyak perjuangan yang berlalu dalam diam. Tanpa suara, masyarakat kecil melangsungkan upaya demi bisa bertahan dari hari ke hari. Tanpa didengar dan dilihat, 24 jam bagi mereka berlalu hanya dengan peluh dan air mata. Doa terus dilantunkan dalam hati, berharap diberi kemudahan dan keajaiban untuk mendapatkan recehan demi bisa ditukar dengan sebungkus nasi. Perjuangan masyarakat kecil adalah refleksi dari ketulusan yang tak ternilai. Mereka hidup berseberangan dengan masyarakat yang mampu dan hidup serba cukup.
Perjuangan Masyarakat Kecil dari Dagangan yang Berisikan Harapan

Tak peduli apa yang dijadikan barang dagangan, setiap penjual memiliki keinginan yang sama; pulang dengan dagangan habis terjual. Sayangnya, hari mereka tak selalu berjalan seperti apa yang diinginkan. Terdapat saat-saat ketika mereka terpaksa pulang dengan dagangan yang baru laku beberapa. Meski upahnya cukup untuk dibelikan nasi dan lauk sederhana, namun hati terasa mengganjal. “Apakah dagangan yang sisa masih layak untuk dijual kembali di hari esok?”, serta pertanyaan lainnya yang bertarung di benak.
Perjuangan masyarakat kecil sungguh menyayat hati. Tak mengenal umur, para lansia pun menjadi bagian dari perjuangan ini. Dengan badan bungkuk dan sisa-sisa tenaga seadanya, mereka masih dipaksa berjuang oleh keadaan. Alih-alih beristirahat dan menikmati masa tua, mereka terus berjuang tanpa mengenal jeda.
Jika perjuangan mereka mengendur, yang mereka dapatkan bukanlah kenikmatan sementara, melainkan penderitaan yang lebih menyiksa. Kisah mereka yang terlihat kecil justru memerlukan perjuangan yang besar. Jika keseharian mereka terus digerus dengan harapan yang pupus, maka sejauh mana mereka dapat bertahan? Maka, jelas bahwa dagangan mereka adalah simbol sebuah harapan.
Menyerah Bukan Pilihan, Perjuangan Masyarakat Kecil Tak Mengenal Akhir
Berjuang dalam diam bukan berarti sunyi, namun keriuhan yang terkubur dalam hati. Para pejuang nafkah dengan upah kecil tetap bertahan pada perjuangan yang tak memiliki saksi. Bagi mereka, hidup adalah tentang berjalan maju meski tak dikenal.
Seakan tak ada yang peduli dengan perjuangan mereka, mengambil jeda dan berhenti sementara bukan merupakan sebuah pilihan. Jika dengan bekerja saja mereka dibayar dengan upah pas-pasan, bagaimana jika sepenuhnya berdiam diri? Apakah mereka bisa bertahan?
Banyak orang yang hidup dengan satu pilihan; terus berusaha meski peluang berhasil tak seberapa. Sebab, tak ada pilihan untuk beristirahat dan menyerah. Sebagai contoh, guru ngaji di pelosok berusaha untuk bertahan di masa sulitnya. Berjalan dari satu tempat mengajar ke tempat lainnya meski mereka tahu upah yang diterima tak sebanding dengan perjuangannya.

Tak jarang mereka hanya dibayar dengan ucapan terima kasih seadanya. Bukannya tak memaknai ucapan yang menghangatkan hati, namun ucapan tersebut tak bisa mengenyangkan perut yang sudah lama menahan lapar. Alhasil, mereka harus berusaha lebih demi bisa mendapatkan beberapa kilo beras.
Jejak Kaki Calon Pembangun Negeri: Perjuangan Anak-Anak Pelosok demi Menuntut IlmuĀ

Perjuangan masyarakat kecil juga datang dari kaca mata anak-anak pelosok yang turut mencari nafkah demi meringankan beban keluarga. Selain belajar di sekolah yang harus ditempuh belasan kilo, mereka harus membantu keluarga dengan menjadi buruh dan bekerja keras seharian penuh. Jika tak begitu, biaya sekolah dan makan sehari-hari menjadi taruhannya.
Waktu yang idealnya dipakai untuk mengerjakan tugas harian dan belajar untuk bersiap menghadapi ujian harus direlakan untuk menyusuri kebun dan mulai bekerja. Jika anak-anak di perkotaan bergelut dengan alat tulis, anak-anak di pelosok bergelut dengan alat cangkul dan ember yang dilumuri tanah basah.
Tak muluk-muluk, mimpi anak-anak di pelosok adalah mendapatkan kemudahan untuk mengakses pendidikan demi bisa berdaya di masa depan. Selain itu, mereka juga ingin berkontribusi untuk menciptakan perubahan yang lebih baik untuk negeri.
Mereka Selalu Berjuang, Maukah Kita Meringankan Beban Mereka?
Berbagai bentuk perjuangan masyarakat kecil di atas adalah simbol ketimpangan dalam hidup bermasyarakat. Lingkar hidup mereka kecil, hanya berputar pada poros yang mengharuskan mereka berjuang lebih keras setiap harinya. Jika keluar dari poros tersebut, maka mereka tak bisa melanjutkan hidup dan menyapa hari esok.
Hidup tanpa kepastian sudah menjadi pola bagi para masyarakat kecil. Maka, mereka berhak mendapat perhatian dan keringanan dalam menjalani hidup. Dengan menyebarkan cerita mereka, mendukung program sosial, mendengarkan dan melihat jerih payah mereka untuk bertahan, serta sekedar memilih untuk berempatiākita menunaikan peran sebagai masyarakat yang saling peduli.
Sejatinya, perjuangan masyarakat kecil tak butuh sorotan, melainkan kehadiran untuk membersamai setiap langkah yang diambil. Tak lupa, keajaiban dapat dimulai dari langkah terkecil, termasuk siapa saja yang sedang membaca tulisan ini.