Teman Baik merupakan salah satu tim dari bagian struktur organisasi yayasan Bantu Teman Indonesia (BTI). Teman Baik Cimahi dan Bandung pada Januari 2023 melaksanakan assessment yang dilaksanakan oleh 5 teman relawan. Para teman relawan menyelusuri jalanan di kota Cimahi untuk mencari “pejuang jalanan”, mulai dari jalan Cibereum atau batas kota Cimahi – Bandung.
Abah Duloh, Pejuang Jalanan di Usia Senja
Di jalan, kami menemui Abah Duloh (pejuang jalanan). Beliau saat ini usia beliau 65 tahun. Abah berjuang bertahan hidup di jalanan menggunakan becak tua lapuk milikinya. Abah merantau dari desa ke kota Cimahi setelah Istrinya meninggal. Di sini, Abah hidup sendirian sebab tak memiliki anak dan saudara. Dikarenakan zaman sudah modern yang menyebabkan lebih banyak masyarakat menggunakan transportasi modern, jasa becak kayuh Abah Duloh selalu sepi.
Pemasukan Abah Duloh sehari-harinya tidak banyak. Untuk makan pun Abah tidak punya uang. Tubuh bungkuknya kian mengurus, sebab tak banyak asupan makanan yang terpenuhi. Terkadang, warga sekitar memberinya makan, namun tak bisa dijadikan sesuatu yang pasti. Untuk tempat tinggal, Abah hanya mengandalkan becak yang digunakan untuk bekerja di siang harinya. Melawan dingin dan hujan malam, Abah hanya berlindung di balik becaknya itu.
Ketika hujan, sering sekali Abah merasa kedingininan. Begitu juga ketika panas, Abah akan kepanasan. Abah hanya memiliki 1 pakaian saja yang digunakan. Becak Abah Duloh setiap hari mangkal di depan pos polisi Cibereum, Kebon Kopi atau di Masjid Al – Muhajirin, Kebon Kopi.
Kakek Mahpudin, Penjual dengan Dagangan yang Tak Kunjung Laku
Setelah bertemu dan bercengkrama dengan Abah Duloh, tim Teman baik melanjutkan perjalan ke Jalan Pesantren, Cimahi. Dari kejauhan, kami melihat seorang kakek tua yang membawa banyak handuk di tangannya. Tim kami pun menghampiri kakek tersebut. Respon kakek sangat ramah terhadap kami, namanya Kakek Mahpudin, berusia 72 tahun.
Beliau berangkat dari Rancaekek membawa handuk dagangannya lalu berkeliling menjajakan dagangan sampai ke Cimahi dan Bandung. Dulunya, Kakek adalah seorang supervisor di pabrik. Namun, Kakek terkena dampak PHK. Walaupun Kakek sudah seharian penuh berjalan jauh dengan dagangannya, jarang sekali ada orang yang membeli. Padahal, handuk ini pun bukan milik Kakek dan beliau harus setoran ke distributornya.
Dalam sehari, Kakek jarang sekali makan karena minimnya pemasukan. Pun jika ada pemasukan, uang itu hanya sekitar Rp25.000 dan dipakai untuk ongkos pulang naik kereta. Akhirnya, Kakek hanya makan 1x sarapan saja sebelum berangkat kerja, lalu menghabiskan waktunya selama bekerja dengan menahan rasa lapar. Untuk mengganjal, Kakek mengandalkan air putih saja.
Abah Edi, Rela Memberikan Balon Gratis demi Sesuap Nasi
Perjalanan kami lanjutkan ke jalan Cijerah. Di sini, kami menemui “pejuang jalanan” lainnya, yakni seorang Abah penjual balon karet dari ban bekas. Abah Edi yang berusia 65 tahun ini memiliki pendirian “tidak mau menyusahakan anak dan keluargnya”. Jadi, setiap hari Abah beragkat dari Cikalong Wetan jam 5 pagi menuju ke Cimahi untuk berjualan. Alasan Abah berjualan sejauh ini karena pikir beliau, dengan berjualan ke kota yang lebih ramai, dagangannya akan lebih laku. Namun, nyatanya dagangannya terlampau sepi dari pembeli.
Abah mengaku sering merasa malu. Dengan pendapatannya yang hanya Rp30.000 tentu tidak cukup untuk dibagi ke biaya makan dan transportasi. Ketika Abah mangkal, sering ada warga yang iba lalu memberikan nasi bungkus atau makanan untuk Abah. Pemberian itu tentu Abah terima dengan kerendahan hati. Setiap ada yang memberinya makanan, Abah akan meberikan 1 buah balon sebagai tanda terima kasih.